Situs Tali Rafia Upaya Menjaga Situs Megalitikum yang Dianak Tirikan

Situs Tali Rafia Upaya Menjaga Situs Megalitikum yang Dianak Tirikan

SaveOurSites Rafia untuk Bondowoso



Hal yang harus ditekankan dalam menjaga situs adalah dari masyarakat sekitar dari situs itu sendiri, situs harus berada pada tempat dimana situs itu berada, jika situs sampai dipindahkan maka yang terjadi adalah nilai history dari situs itu hilang. Bukan sejarah dari tempat itu saja yang hilang akan tetapi sejarah Indonesia pun bisa cidera maupun budaya dalam sejarah Dunia.

Bagaimana cara menanamkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya keberadaan situs itu ?
Dalam tahapan ini ada berbagai cara yang dapat dilakukan, akan tetapi yang paling tepat adalah penanaman jiwa pada masyarakat, hal ini sebenarnya telah terkandungdalam filosofi lagu Indonesia Raya “Bangunlah Jiwanya, bangunlah badannya”. Kita harus menanamkan benar-benar bagaimana jiwa menjaga situs, salah satu cara dengan tali rafia. Gerak ini adalah gerakan cinta,  tidak ingin menyinggung siapapun ataupun ingin mencidrai siapapun. 

Berawal dari gerakan 1 Agustus pukul 23:45, Dari tali rafia yang mengelilingi situs setidaknya dapat menjadi dan membuat orang-orang sekitar bertanya, “ kenapa kok dikasih rafia ?” dari sini masyarakat timbul pertanyaan, karena memang pandangan masyarakat di Bondowoso melihat situs mengalitikum hanya sebuat batu yang tidak memiliki nilai. Setelah itu kita mulai menceritakan Batu itu kenapa sampai berada disini, siapa yang membuat, dari mana asalnya maka dari situlah yang awalnya hanya dipagari oleh tali rafia menjadi berpagar bunga. Karena setelah mereka tahu apa makna dari batu itu, tentang peradaban yang sangat kuno, yang memiliki teknologi canggih di zaman itu dan kehidupan masyarakatdengan cangkupan yang luas.

Kendala agar situs itu tetap pada tempatnya adalah UU No. 1 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 67 (1) “Setiap orang dilarang memindahkan Cagar Budaya peringkat Nasional, peringkat Provinsi, atau peringkat Kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin mentri, gubernur, atau bupati/walu kota sesuai dengan tingkatannya", tapi tidak meminta izin kepada leluhur yang punya situs. Apalagi dalam perda Bondowoso tentang Cagar Budaya Dengan izin Bupati Situs Cagar Budaya boleh dipindahkan, akibat undang-undang ini timbullah kasus seperti dipindahkannya situs Nangkaan. Dalam konteks ini pemerintah memang melakukan pengamanan situs akan tetapi secara tidak langsung pemerintah telah merusak runtutan nilai dari megalitikum Dunia.

Untuk persoalan Jual-beli benda antik/cagar budaya di Bondowoso, sebenarnya permasalahan utama adalah kesejahteraan dan rasa tidak memiliki, maklum jika terjadi seperti ini meningat Bondowoso merupakan salah satu kota termiskin dan tertingggal. Jika setiap situs yang tersebar di Bondowoso secara perlahan-lahan menjadi tempat pariwisiata dengan menampilkan unsur Heritage yang ada tentang megalitikum maka akan ada pemasukkan tambahan pada masyarakat. Toh, benda cagar budaya yang dimiliki di Bondowoso dalam pasar gelap beredar di berbagai belahan dunia seperti Eropa dan Amerika, contohnya pengelapan batu kenong yang terdeteksi di Bali sebagai tempat transit yang akan dikirim ke Eropa - BPCB Bali. 

Kerusakan warisan cagar budaya akibat peperangan. Kerusakan yang paling dirasakan akibat perperangan itu sendiri seperti hancurnya cagar budaya karena sengaja dimusnahkan atau tidak secara langsung adalah menghilangkan makna dari cagar budaya itu sendiri yang bertujuan agar memperlemahkan penyerangan dan menghilangkan jati diri si pewaris itu sendiri untuk merugikan satu pihak yang bertujuan memenangkan suatu pertempuran. Dalam jangka panjang yang sangat dirasakan adalah hilangnya runtutan sejarah pada tempat yang dulunya terjadi perperangan, contoh seperti hilangnya lontar dan serat di kawasan Kab Bondowoso sehingga untuk mencari jejak kehidupan Majapahit dan Blambangan pun saya kesulitan karena seperti di daerah rumah saya saja lotar , serat atau tulisan kuno semacamnya telah dibawa oleh belanda di zaman kolonial yang juga mungkin ikut dibakar oleh belanda atau ditulis ulang maupun dibuat cerita oleh Mataram agar menghilangkan makna sebenarnya.

Hingga terjadilah dongeng-dongeng yang menjadi konsumsi masyarakat di Bondowoso yang tidak bisa menceritakan secara gamblang dengan bukti yang akurat tentang keberadaan situs mereka pada daerah itu, dari hal ini, solusi yang mungkin bisa dilakukan adalah menggali cerita rakyat yang beredar diwilayah itu dengan dibandingkan hasil penelitian dari para ahli berupa rekontruksi dll dengan mengikut sertakan peran masyarakat yang memiliki situs daerah tersebut.

Kerusakan warisan cagar budaya akibat bencana alam  memang tidak bisa dihindari, dampak yang terjadi sama hal nya dengan dampak yang ditimbukan oleh kerusakan situs akibat peperangan walaupun dengan pola yang berbeda. Seperti, tertimbunnya Situs , rusaknya situs secara total maupun perlahan-lahan. 

Akibat dari bencana kerusakan tersebut yang diakibatkan oleh alam dan aktifitas manusia, tersisalah situs-situs megalitikum yang masih kita jumpai walaupun dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Terhitung 1059 situs yang terdaftar akan tetapi jika ditinjau dilapangan data tersebut belum akurat karena masih terdapat temuan-temuan baru maupun situs yang telah hilang. Untuk menjaga semua ini kita butuh kesadaran atas keberadan situs-situs tersebut. Ini bukan tentang batu tetapi ini tentang masyarakat, Ini tentang Kita , tentang Jati diri kita.

Share:

0 komentar